Kamis, 27 Mei 2010

Pendahuluan

Al-Quran ialah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. untuk disampaikan kepada manusia melalui perantaraan Jibril yang tertulis dalam mushaf, bagi orang yang membaca dan mendengar bacaannya menjadi ibadah.

Al-Quran mempunyai sekian banyak fungsi. Di antaranya adalah menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad saw. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap.

Pertama Menantang siapa pun yang meragukannya untuk menyusun semacam Al- Quran secara keseluruhan (baca QS 52:34).

Kedua Menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Quran (baca QS 11:13).

Ketiga Menantang mereka untuk menyusun satu surah saja semacam Al-Quran (baca QS 10:38).

Keempat Menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan satu surah dari Al-Quran (baca QS 2:23).

Al-quran mempunyai 6,666 ayat, 114 surah dan 30 juz. Walaupun Al-Quran menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad, tapi fungsi utamanya adalah menjadi "petunjuk untuk seluruh umat manusia." Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau yang biasa juga disebut sebagai syari'at. Syari'at, dari segi pengertian bahasa berarti “jalan menuju sumber air”. Jasmani manusia, bahkan seluruh makhluk hidup, membutuhkan air, demi kelangsungan hidupnya. Ruhaninya pun membutuhkan "air kehidupan." Di sini, syari'at mengantarkan seseorang menuju air kehidupan itu.

Al-Quran membawa obor keimanan dan sifat bertawakal bagi mereka yang benar-benar meyakini dan memahaminya. Firman Allah s.w.t yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu (yang sempurna imannya) ialah mereka yang apabila disebut nama Allah (dan sifat-sifatNya) gementarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menjadikan mereka bertambah iman dan kepada Tuhan mereka jualah mereka berserah.”

Objek Kajian Kajian Ilmu

Para Nabi atau Rasul terdahulu memiliki mukjizat - mukjizat yang bersifat temporal, lokal, dan material. Ini disebabkan karena misi mereka terbatas pada daerah tertentu dan waktu tertentu. Ini jelas berbeda dengan misi Nabi Muhammad saw. Beliau diutus untuk seluruh umat manusia, di mana dan kapan pun hingga akhir zaman. Pengutusan ini juga memerlukan mukjizat. Dan karena sifat pengutusan itu, maka bukti kebenaran beliau juga tidak mungkin bersifat lokal, temporal, dan material. Bukti itu harus bersifat universal, kekal, dapat dipikirkan dan dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia.

Di sinilah terletak fungsi Al-Quran sebagai mukjizat. Paling tidak ada tiga aspek dalam Al-Quran yang dapat menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad saw., sekaligus menjadi bukti bahwa seluruh informasi atau petunjuk yang disampaikannya adalah benar bersumber dari Allah SWT.

1. Aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya. Tidak mudah untuk menguraikan hal ini, khususnya bagi kita yang tidak memahami dan memiliki "rasa bahasa" Arab, karena keindahan diperoleh melalui "perasaan", bukan melalui nalar.

Ada satu atau dua hal menyangkut redaksi Al-Quran yang dapat membantu pemahaman aspek pertama ini. Seperti diketahui, seringkali Al-Quran "turun" secara spontan, guna menjawab pertanyaan atau mengomentari peristiwa. Misalnya pertanyaan orang Yahudi tentang hakikat ruh. Pertanyaan ini dijawab secara langsung, dan tentunya spontanitas tersebut tidak memberi peluang untuk berpikir dan menyusun jawaban dengan redaksi yang indah apalagi teliti. Namun demikian, setelah Al-Quran rampung diturunkan dan kemudian dilakukan analisis serta perhitungan tentang redaksi-redaksinya, ditemukanlah hal-hal yang sangat menakjubkan. Ditemukan adanya keseimbangan yang sangat serasi antara kata-kata yang digunakannya, seperti keserasian jumlah dua kata yang bertolak belakang.

Abdurrazaq Nawfal, dalam Al-Ijaz Al-Adabiy li Al-Qur'an Al-Karim yang terdiri dari tiga jilid, mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan tersebut, yang dapat kita simpulkan secara sangat singkat sebagai berikut.

* Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Beberapa contoh, di antaranya:

v Al-hayah (hidup) dan al-mawt (mati), masing-masing sebanyak 145 kali;

v Al-naf' (manfaat) dan al-madharrah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali;

v Al-har (panas) dan al-bard (dingin), masing-masing 4 kali;

v Al-shalihat (kebajikan) dan al-sayyi'at (keburukan), masing-masing 167 kali;

v Al-Thumaninah (kelapangan/ketenangan) dan al-dhiq (kesempitan/kekesalan), masing-masing 13 kali;

v Al-rahbah (cemas/takut) dan al-raghbah (harap/ingin), masing-masing 8 kali;

v Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing 17 kali;

v Kufr (kekufuran) dan iman (iman) dalam bentuk indifinite, masing-masing 8 kali;

v Al-shayf (musim panas) dan al-syita' (musim dingin), masing-masing 1 kali.

* Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya.

v Al-harts dan al-zira'ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali;

v Al-'ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing 27 kali;

v Al-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati [jiwanya]), masing-masing 17 kali;

v Al-Qur'an, al-wahyu dan Al-Islam (Al-Quran, wahyu dan Islam), masing-masing 70 kali;

v Al-aql dan al-nur (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali;

v Al-jahr dan al-'alaniyah (nyata), masing-masing 16 kali.

* Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya.

v Al-infaq (infak) dengan al-ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali;

v Al-bukhl (kekikiran) dengan al-hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali;

v Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan al-nar/al-ahraq (neraka/ pembakaran), masing-masing 154 kali;

v Al-zakah (zakat/penyucian) dengan al-barakat (kebajikan yang banyak), masing-masing 32 kali;

v Al-fahisyah (kekejian) dengan al-ghadhb (murka), masing-masing 26 kali.

* Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.

v Al-israf (pemborosan) dengan al-sur'ah (ketergesa-gesaan), masing-masing 23 kali;

v Al-maw'izhah (nasihat/petuah) dengan al-lisan (lidah), masing-masing 25 kali;

v Al-asra (tawanan) dengan al-harb (perang), masing-masing 6 kali;

v Al-salam (kedamaian) dengan al-thayyibat (kebajikan), masing-masing 60 kali.

* Di samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus.

v Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti "bulan" (syahr) hanya terdapat dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.

v Al-Quran menjelaskan bahwa langit ada "tujuh." Penjelasan ini diulanginya sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam ayat-ayat Al-Baqarah 29, Al-Isra' 44, Al-Mu'minun 86, Fushshilat 12, Al-Thalaq 12, Al-Mulk 3, dan Nuh 15. Selain itu, penjelasannya tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.

v Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Tuhan, baik rasul (rasul), atau nabiyy (nabi), atau basyir (pembawa berita gembira), atau nadzir (pemberi peringatan), keseluruhannya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut, yakni 518 kali.
Demikianlah sebagian dari hasil penelitian yang kita rangkum dan kelompokkan ke dalam bentuk seperti terlihat di atas.

2. Aspek pemberitaan - pemberitaan gaibnya. Fir'aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa., diceritakan dalam surah Yunus. Pada ayat 92 surah itu, ditegaskan bahwa "Badan Fir'aun tersebut akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi berikut." Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut, karena hal itu telah terjadi sekitar 1200 tahun S.M. Nanti, pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala Loret menemukan di Lembah Raja - raja Luxor Mesir, satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir'aun yang bernama Maniptah dan yang pernah mengejar Nabi Musa a.s. Selain itu, pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Fir'aun tersebut. Apa yang ditemukannya adalah satu jasad utuh, seperti yang diberitakan oleh Al-Quran melalui Nabi yang ummiy (tak pandai membaca dan menulis itu). Mungkinkah ini? Setiap orang yang pernah berkunjung ke Museum Kairo, akan dapat melihat Fir'aun tersebut. Terlalu banyak ragam serta peristiwa gaib yang telah diungkapkan Al-Quran.

3. Aspek isyarat - isyarat ilmiahnya. Banyak sekah isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Quran. Misalnya diisyaratkannya bahwa "Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari)" (perhatikan QS 10:5); atau bahwa jenis kelamin anak adalah hasil sperma pria, sedang wanita sekadar mengandung karena mereka hanya bagaikan "ladang" (QS 2:223); dan masih banyak lagi lainnya yang kesemuanya belum diketahui manusia kecuali pada abad-abad bahkan tahun-tahun terakhir ini. Dari manakah Muhammad mengetahuinya kalau bukan dari Dia, Allah Yang Maha Mengetahui!

Kesemua aspek tersebut tidak dimaksudkan kecuali menjadi bukti bahwa petunjuk-petunjuk yang disampaikan oleh Al-Quran adalah benar, sehingga dengan demikian manusia yakin serta secara tulus Mengamalkan petunjuk - petunjuknya.

Al-Quran adalah wahyu Allah dan menjadi kitab suci orang Islam dan umat Nabi Muhammad s.a.w.. Ia adalah kitab hidayah dan rujukan sepanjang zaman. Umat Islam perlulah sentiasa mempraktikkan suruhan-suruhan Allah di dalamnya dan mematuhi larangan-larangan Allah. Al-Quran membimbing manusia untuk hidup bahagia di dunia ini dan juga di Akhirat. Umat Islam disuruh membaca, mendengar, memahami dan mengamalkan segala ajaran dalam Al-Quran.

Metode Kajian Ilmu

Cara memahami Al-Quran pada asalnya hanyalah dengan kaedah menguasai bahasa Arab. Namun demikian, dengan peredaran zaman, Al-Quran boleh difahami melalui bahasa ibunda rakyat negara masing-masing kerana adanya usaha penterjemahan dan mentafsirkan Al-Quran dalam hampir semua bahasa utama di dunia sejak abad ke-12. Ayat dan hukum - hukum Al-Quran tidak boleh dipindah dan dipertikaikan dari segi prinsipalnya. Kita memahami Al-Quran dari pembelajaran. Kita juga memahami Al-Quran dari tafsir-tafsir Al-Quran. Cara pemahaman kita terhadap Al-Quran dari berbagai tafsir sepatutnya tidak mengelirukan kita dan membawa perselisihan sesama kita. Kita sepatutnya lebih memahami dan menghayati Al-Quran dengan adanya berbagai tafsiran. Walaupun ada tafsir yang bertentangan antara satu sama lain tentang sesuatu ayat, kita sepatutnya mengambil pendapat yang paling muktabar dan yang menjadi ijma’ ulama. Bukan bertegang urat kerana fanatic dengan pendapat pentafsir masing-masing. Perbedaan tafsiran janganlah dijadikan sebagai puncak perbelahan dan pertikaian apalagi hingga membawa pergaduhan besar.

Islam adalah cara hidup yang sempurna dengan Al-Quran sebagai kitab rujukan utama yang membudayakan cara hidup Islam yang syumul, kamil dan sesuai pada semua tempat dan zaman. Masih banyak ayat Al-Quran yang tidak ditafsirkan dalam konteks pembinaan peradaban dan kemajuan hidup manusia, walaupun dalam konteks aqidah dan hukum-hukum tidak sebarang masalah dari penggalian Al-Quran. Kita masih belum memanfaatkan Al-Quran sepenuhnya sebagai petunjuk kepada umat manusia sedangkan al-quran adalah kitab hidayah yang tiada sebarang keraguan padanya.

Penekanan kepada pembongkaran rahsia Al-Quran perlu keseimbangan dengan tidak melihat signifikan fardu ain semata-mata bahkan fardu kifayah perlu diberikan perhatian kepada Aspek peradaban dan kemajuan manusia Muslim di dunia selalunya terabai kerana salah faham terhadap ajaran dan tuntutan Islam yang sebenarnya.

Karena prinsip utama para orientalis apabila memperkatakan mengenai al-Quran ialah bahawa Al-Quran itu adalah percampuran unsur-unsur Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan berbagai sumber-sumber lain termasuklah pengaruh agama Yahudi. Al- Quran juga biasanya didakwa sebagai bukan wahyu Allah bahkan ia hanyalah semata-mata karangan Nabi Muhammad s.a.w. Ini adalah dakwaan klasik yang telah terdengar sejak zaman Nabi Muhammad s.a.w. Dengan memberikan andaian yang merobah keaslian Al-Quran sebagai Kalamullah, para orientalis bukan saja telah mencoba merobohkan tunjang sumber peradaban Islam bahkan boleh menggugat keaslian kesemua ajaran Islam itu sendiri.

Di kalangan orientalis - orientalis yang berketurunan Yahudi yang membuat kajian kerana faktor keagamaan di mana mereka mencoba untuk melemahkan agama Islam dan menimbulkan keraguan di kalangan pengikutnya terutamanya dari segi nilai yang terdapat di dalam agama Islam. Sebab itu barangkali wujudnya gejala Israiliyyat dalam tafsir - tafsir Al-Quran yang merupakan sebagian dari perancangan Yahudi. Ditonjolkan kelebihan-kelebihan agama Yahudi berbanding dengan agama Islam dan dikatakan agama Islam asalnya adalah agama Yahudi. Di samping itu, orientalis-orientalis Yahudi juga mempunyai motif politik yang mempunyai hubungan dengan pihak Zionis. Apabila seseorang orientalis telah mulai mempelajari Islam dan masyarakatnya, keempat-empat prinsip di atas perlu disatukan dengan dua prinsip yang lain iaitu; Al-Quran adalah ciptaan Nabi Muhammad s.a.w. dan bukannya wahyu Allah. Al-Quran merupakan nilai-nilai agama Yahudi, Kristian dan tradisi Arab pra-Islam. Hadis pula dianggap sebagai tidak asli dan kesahihan serta otoritinya sebagai sumber kedua perundangan Islam dipertikaikan.

Penekanan tafsiran Al-Quran perlulah seimbang dan tidak hanya berfokuskan kepada Mempercayai kandungan Al-Quran merupakan pokok aqidah. Seandainya fakta Al-Quran bertentangan dengan fakta sains, maka sebagai Muslim, fakta Al-Quran adalah yang paling betul. Sebab itu Al-Quran sama sekali tidak akan bertentangan dengan fakta sains. Apabila yang dikatakan sebagai ”fakta sains” itu, ia bukanlah fakta lagi dalam arti kata yang sebenar-benarnya selama mana ia masih bertentangan dengan Al-Quran. Inilah sebetulnya pendirian orang yang mengaku ia beriman dengan Allah s.w.t.

Analisa Kebenaran

Kita telah mengetahui bahawa melalui pemeriksaan DNA kita dapat mengenal identitas seseorang. Hakikat ini tidak pernah dinafikan oleh sesiapapun saat ini. Malangnya, kita tidak mencari sebarang bukti dari Al-Quran untuk menguatkan hakikat ini secara ekstensif.

Dengan mukjizat Al-Quranlah umat Islam mendapat hidayah Allah dan memperoleh kemajuan peradaban. Pemahaman yang tepat terhadap isi kandungan Al-Quran membolehkan Islam itu sesuai dipraktikkan pada sebarang tempat dan zaman. Ulama perlu mengupas Al-Quran bagi membuktikan hakikat ini dengan tidak mengabaikan soal prinsipal. Masih banyak hikmat dan rahsia Al-Quran yang tidak dibongkar.

Rasulallah pernah menyuruh kita mengajarkan anak - anak antaranya kemahiran berenang, menunggang kuda dan memanah. Apakah memanah itu satu bentuk keperluan masa sekarang? Apa yang penting ialah nilai dari kemahiran memanah seperti ketepatan, ketajaman mata, kekuatan, timing, masa dan disiplin. Inilah nilai yang diperlukan oleh anak-anak kita. Walaupun begitu, kemahiran berenang adalah begitu tepat dengan masa kini kerana ia menggunakan pergerakan seluruh anggota badan dan ia merupakan masukan terbaik yang pernah wujud di dunia. Menunggang kuda juga telah terbukti di antara masukan terbaik untuk tubuh. Semangat ini diperlukan dalam pemahaman terhadap isi kandungan Al-Quran. Al-Quran perlu difahami bukan sahaja dalam bentuk tekstualnya bahkan kontekstualnya juga.

Kita perlu memahami realitas masa kini. Kita menjadikan Islam sebagai Ad’din dalam situasi dan era millenium. Pemahaman Al-Quran perlu dilihat dalam konteks kesemasaan bukannya dalam konteks kurun pertama Hijriyyah sebab permasalahan umat Islam jauh berbeda dengan permasalahan umat terdahulu. Kita terpaksa bersaing untuk kelangsungan hidup. Perhatikanlah sekitaran dan pelajarilah dari mereka yang berhasil. Mustahil Al-Quran tidak memberikan kita panduan tentang cara menjalani kehidupan masa kini.

Tafsir mesti menumpukan perhatian kepada cetusan keterbukaan pemikiran, berfikir secara objektif dan progresif yang menyebabkan berhasilnya satu natijah menolak pemikiran kolot, kebekuan, pesimisme, tahyul dan khurafat. Al-Quran menolak liberalisme dalam konteks pembawaan kelompok Islam liberal. Dasar, asas dan soal prinsipal ajaran Islam semuanya terkandung dalam ajaran Al-Quran. Ini sama sekali tidak boleh berubah dan diubah. Mengubahnya bererti mengubah ajaran Islam.

Al- Quran itu sendiri (ayat-ayat Al-Quran) adalah qati thubut (yaitu ciri kepastian bahawa Al-Quran itu adalah wahyu Allah, perkenannya datang dari Allah, dan sama sekali tidak mengalami sebarang perubahan serta pindaan). Al-Quran tetap selama-lamanya Al-Quran. Tiada penambahan dan pengurangan ayat-ayatnya. Ayat-ayat Al-Quran juga ada yang bersifat qati al-dalalah yaitu yang tidak mungkin ditafsirkan dengan pentafsiran lain. Qati al-dalalah juga adalah ayat-ayat yang realitinya bersifat mutlak (absolute) yang tidak boleh diingkari seperti dalil atau nas Al-Quran yang qatI tentang kewajipan menunaikan solat. Maka dengan sebab itu tertolaklah pegangan mereka yang mengatakan bahawa solat fardu itu tidak wajib atau solat fardu itu adalah dengan niat semata-mata.

Kesimpulan

Demikianlah antara contoh bagaimana kita dapat membongkar rahsia Al-Quran dengan menggunakan pendekatan ilmu dan peradaban untuk kita akhirnya tunduk kepada keagungan Allah s.w.t. dan akur dengan qudrat dan iradah-Nya.

Manusia sebagai khalifah di bumi dan sebagai umat Nabi Muhammad khendaknya lebih memperdalam dan mengkaji al-quran serta menjadikan al-quran benar-benar menjadi pedoman hidup. Karena sudah terbukti keabsahan kebenarannya.

Daftar Pustaka

www.find-pdf.com.tafsir membongkar rahasia al-quran

Nashori,fuadi.(2009).Bukti kebenaran al-quran. Di undah dari www.pikirdong.org pada tanggal 17 mei 2010.

By. Rydho Psycho

1 komentar:

  1. ternyata kebenaran al-quran benar2 real....
    dan jika masih da yg meragukan semoga Allah memberikan hidaya_NYA.... Amin

    BalasHapus